Senin, 29 April 2013

Kepemimpinan Rasulullah

Meneladani Kepemimpinan Rasulullah

zulchizar.wordpress.com foto
Foto dari zulchizar.wordpress.com

Banyak orang yang mengingat Maulid Nabi bukan pada hakikat mengingat kenabian Nabi Muhammad, tapi hanya sekadar mengingat kelahiran Muhammad yang waktu itu belum diangkat menjadi Nabi. Seharusnya, kalau memperingati Maulid Nabi, akan lebih tepatnya mengingat 22 tahun perjuangan Rasulullah membangun Islam. Jadi, mengingat Maulid Nabi itu bukan hanya ketika tanggal 12 Rabiul Awal saja, melainkan setiap hari.
Kurang lebih seperti itulah awal percakapan Salman Media ketika mewawancarai K.H. Saiful Islam Mubarak mengenai hakikat Maulid Nabi Muhammad 1434 H kemarin (25/1). Ditemui selepas mengisi siaran malam di MQ TV pukul 20.40. Tidak terlihat aura letih dari beliau yang sudah beraktivitas seharian tadi.
Beliau melanjutkan, selain mengingat kenabian Muhammad, kita juga perlu merenungi kemimpinan Rasulullah. Kepemimpinan yang ada pada Nabi Muhammad merupakan gerakan kalbu melihat kondisi masyarakat ketika zamannya. Muhammad Saw membaca kehidupan umatnya, sehingga sering melupakan keluarganya. “Tapi keluarganya sudah siap dengan hal tersebut, karena Rasulullah telah membina keluarganya terlebih dulu sebelum terjun memikirkan umat,” papar kyai yang biasanya dipanggil Ustaz Saiful ini.
Rasul saat ingin menghayati keadaan umatnya, sampai melakukan pengorbanan diri. Mulai dari berpergian jauh dari Mekkah, naik ke Gunung Jabal Nur, masuk ke dalam Gua Hira, lalu merenung di sana hingga saat wahyu Allah turun kepadanya. Tentunya hal ini bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Turunnya wahyu pertama kepada Rasul, ‘iqro, bismirabbikallazi khalaq’, merupakan wujud bimbingan Allah kepadanya. Ayat ini mengarahkan beliau membaca ciptaan-Nya dengan benar. “Jelas niat, jelas tujuannya. Tidak terpengaruh dengan apa yang ada di perjalanan,” timpal beliau menjelaskan bagaimana sosok pemimpin yang meneladani Rasul.
Mengingat Pemilihan Kepala Daerah Jawa Barat (Pilkada Jabar) yang akan berlangsung bulan depan, Salman Media merasa tergelitik untuk bertanya bagaimana pendapat ustaz yang dahulu sempat menjadi anggota DPRD Jawa barat ini. Beliau menjawab, sebelum memutuskan pilihan kepada salah satu calon, lakukanlah istikharah. Biar masyarakat serahkan kepada apa yang terbaik menurut Allah. Allah lebih tahu siapa yang lebih bagus untuk masa depan umat. Rasulullah Saw juga bersabda, “Tidak akan rugi orang yang mengerjakan istikharah dan tidak akan menyesal orang yang istisyarah (bermusyawarah).
Tentulah yang harus dipilih sebelumnya adalah pemimpin atau imam yang adil. Adil di sini berarti adil kepada Allah, masyarakat, dan dirinya sendiri. Selain itu, harus juga adil antara masalah dunia dan masalah akhirat. Banyak orang yang menilai adil itu sepihak, hanya dalam ranah materi saja. Padahal adil secara materi tanpa memperhatikan perbuatan rohani tidak dapat dikatakan sebagai adil.
Bahkan, Allah menjelaskan seperti apa sosok pemimpin yang akan membawa perubahan di dalam surat Ar-Ra’du ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”. Kata ‘anfus’ dalam ayat itu mengacu pada sesuatu yang ada di dalam diri manusia yang cenderung tak terlihat dan tak dapat terukur seperti akidah dan akhlaknya. Jadi, pemimpin yang dibutuhkan ialah pemimpin yang baik dalam lahir dan batinnya yang akan membawa perubahan dari sana.
Rasul juga menegaskan tentang rasa tanggung jawab seseorang sebagai pemimpin. Apabila setiap muslim merasa tanggung jawab, berarti ia akan siap menegur dan juga siap ditegur. Intinya, adanya ‘watawa saubil haq, watawa saubil sabr’ atau saling menasehati dan mengingatkan dalam jiwa pemimpin itu. “Rasul yang maksum saja masih meminta pendapat pada sahabat,” tutup K.H. Saiful Islam Mubarok mengakhiri percakapan dengan Salman Media. [GR]

KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN MASJID

BAB I
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN MASJID
Kapemimpinan adalah terjemahan dari leadership. Kata leadership dari kata “T. Lead” yang artinya memimpin. Untuk kata pemimpin atau memimpin istilah: Imam, wali, atau auliya, ra’in. Kepemiminan melukiskan tanggung jawab yang harus diemban bagi setiap pemimpin. Dalam mengemban amanat kepemimpinan tersebut, pemimpin memiliki tipe atau gayanya sendiri.
  1. Gaya kepemimpinan otoriter atau otokrasi, artinya sangat memaksakan, sangat mendesakkan kekuasaanya kepada bawahan.
  2. Gaya kepemimpinan laissez faire, yakni sikap membebaskan bawahan.
  3. Gaya kepemimpinan situasional, yakni suatu sikap yang lebih melihat situasi, kapan harus bersikap memeksa, kapan harus moderat, dan kapan situasi apa pula pemimpin harus memberikan keleluasaan.
  4. Gaya kepemimpinan demokratis, artinya bersikap tengah antara memaksakan kehendak dan memberi kelonggaran kepada bawahan. 
  1. A. Ciri-ciri Kepemimpinan bertipe Otoriter
  2. Tanpa Musyawarah
  3. Tidak mau menerima saran dari bawahan
  4. Mementingkan diri sendiri dan kelompok
  5. Selalu memerintah
  6. Memberikan Tugas mendadak
  7. Cenderung menyukai bawahan yang ABS ( asal bapak senang)
  8. Sikap keras terhadapa bawahan
  9. Setiap keputusannya tidak dapat dibantah
  10. Kekuasaan mutlak ditangan pemimpin
10.  Hubungan dengan bawahan kurang serasi
11.  Kurang memiliki rasa kekeluargaan
12.  Sering marah-marah
13.  Senang sanjungan
  1. B. Ciri-ciri kepemimpinan bertipe Laissez-Faire:
  2. Pemimpin bersikap pasif
  3. Semua tugas diberikan kebawahan
  4. Tidak tegas
  5. Kurang memperhatikan kekurangan dann kelebihan bawahan
  6. Percaya kepada bawahan
  7. Pelaksanaan pekaerjaan tidak terkendali
  8. Kurang berwibawa
  9. Menghargai pendapat bawahan (orang lain)
  10. Kurang punya rasa tanggung jawab
10.  Kurang kreatif
11.  Kurang bermusnyawarah
Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme. Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.
  1. C. Ciri-ciri kepemimpinan bersikap situasional
  2. Supel atau luwes
  3. Berwawasan luas
  4. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
  5. Mampu menggerakkan bawahan
  6. Bersikap keras pada saat-saat tertentu
  7. Terbuka
  8. Bertanggung jawab
  9. Bersikap tegas
  10. Mau menerima kritik dan saran dari bawahan
  1. D. Ciri-Ciri kepemimpinan Demokratis
  2. Tenggang rasa
  3. Terbuka
  4. Tidak sombong
  5. Adil dan bijaksana
  6. Pemaaf pada bawahan
  7. Menciptakan suasana kekeluargaan
  8. Kurang mementingkan diri sendiri
  9. Tidak mudah putus asa
  10. Selalu mementingkan hal-hal yang penting
  11.  Tidak bersikap menggurui
  12. Komunikatif dengan bawahan
  13. Menghargai pendapat bawahan
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik. kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.
Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau mendengarkan nasehat dan sugesti bawahan. Bersedia mengakui keahlian para spesialis dengan bidangnya masing-masing. Mampu memanfaatkan kapasitas setiap anggota seefektif mungkin pada saat-saat dan kondisi yang tepat.


BAB II
KESIMPULAN
Berdasarkan tipe-tipe diatas, pemimpim masjid yang paling cocok adalah orang yang bertipe kepemimpinan situasioal. Figur dengan tipe itu akan mudah diterima masnyarakat dan oleh jamaahnya yang pada kenyataannya sangat berragam. Jamaah memerlukan pemimpin yang ngemong dan tidak kaku, yang afdol  diajak berbicara oleh lapisan social yang manapun.Tetapi Pada dasarnya gaya kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan, karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter, walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.
DAFTAR PUSTAKA
  1. Drs. Mohammad E,  Ayub. Dkk. Manajemen Masjid. Gema Insani, :2007
  2. http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/

[1] Drs. Moh. ayub. Dkk. Manajemen Masjid. Hal 52-55
[2] Drs. Moh. ayub. Dkk. Manajemen Masjid. Hal 52-55
[5] . Drs. Moh. ayub. Dkk. Manajemen Masjid. Hal 52-55

Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab

 Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab

19 Nov
PENDAHULUAN
Seorang pemimpin dinilai bagaimana dia bersikap dan bertindak dalam kepemimpinannya. Salah satu yang terpenting adalah kemampuan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan, efektifitas sebuah kebijakan dan bagaimana dampak atas kebijakan tersebut. Sebuah keputusan lahir dari sebuah proses berpikir. Bermula dari cara pandang seseorang dalam menilai sesuatu yang kemudian berpengaruh terhadap cara berpikirnya.
seorang pemimpin selain pola pikirnya dapat memberikan suatu perubahan, juga dapat memberikan pencerahan yang membawa perubahan, mengakar hingga lapisan nilai serta pola pikir, dan mengandaikan implikasi-implikasi pada tataran perilaku sehingga menjadi perilaku yang bernilai tinggi. Selain itu, seorang pemimpin yang memiliki sebuah tanggungjawab dan menanggung amanah kepemimpinan yang dipercayai oleh banyak orang, harus dapat menunjukkan kualitas sebagai pemimpin yang memiliki komitmen dalam menjalankan kewajiban moral.
Namun bukan berarti semua ini menjadikan pemimpin menjadi bersedih hati karena begitu berat amanah yang diembannya, karena bukan semua hal tersebut mustahil untuk didapatkan. Dengan mempelajari kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat dapat dijadikan teladan dan pelajaran bagi para pemimpin masa kini.
Allah bwrfirman dalam Q.S. Yunus ayat 62
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”
            Oleh karena itu, pembahasan tentang kepemimpinan Rasulullah dan para sahabat menjadi sangat penting untuk diangkat. Sehingga pelajaran yang sangat berharga dari para manusia pilihan ini dapat ditransformasikan dan diimplementasikan dalam kehidupan kepemimpinan masa kini.





PEMBAHASAN
KEPEMIMPINEN RASULULLAH DAN SAHABAT
  1. A.    Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang mamu memperjuangkan idealismenya dengan kerja keras bak layaknya seorang pemimpin. Pemimpin yang cerdas bisa dikatakan sebagai kompas bagi orang lain. Ia mampu bersikap dan bertindak dalam kepemimpinannya. Mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakan apa yang dipimpinnya menuju keadaan yang lebih baik. Keberhasilan seseorang pemimpin juga dapat dilihat dari seberapa jauh ia dapat memperluas pengaruhnya dalam masyarakat. Dalam masalah ini patutlah kita menengok seorang yang paling berpengaruh di dunia, yaitu Rasulullah SAW dalam menjalankan kepemimpinannya.
Rasulullah adalah sosok pemimpin ideal yang mempunyai sifat shidiq, amanah, tabligh fathanah. Keempat sifat ini harus terintegrasikan dalam jiwa seorang pemimpin, karena mutlak seorang pemimpin mempunyai sifat ini untuk menjalankan roda kepemimpinanya.
Pertama, Shidiq adalah sikap jujur dalam menjalankan kepemimpinan sehingga tidak ada rasa tak rela berada di bawah kepemimpinannya karena ia dianggap tidak menjalankan kepemimpinannya dengan benar,
Kedua, Amanah yaitu seorang pemimpin harus mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai pemimpin yang telah dipercayakan oleh segenap masyarakat kepadanya.
Ketiga, Tabligh adalah sikap transparan agar masyarakat mengetahui pula diskursus dalam pemerintahan sehingga dapat saling mendukung dan saling memberi masukan.
Keempat, Fathonah adalah sikap cerdas bukan hanya cerdas dalam berfikir, tapi juga cerdas dalam bersosial, bersikap dan bertindak.
Keempat sifat ini mutlak harus ada pada sosok pemimpin. Selain itu Rasulullah juga mempunyai 6 prinsip yang ia gunakan untuk berpikir dalam mengambil keputusan dari kepemimpinannya. Cara berpikir Muhammad saw yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak. Enam prinsip dalam berpikir Rasulullah yaitu:
  1. Beliau menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya. Keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad saw dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad saw, yaitu :
Abu Bakar Assidiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Muhammad saw, adalah sahabat utama. Ini bermakna kepercayaan dari orang lain adalah modal utama seorang pemimpin.
Umar ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian dan ditunjang kekuatan yang memadai.
Ustman ibnu Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Muhammad saw. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang lancar. Dan juga dibutuhkan pengorbanan yang tulus dari pemimpinnya demi kepentingan orang banyak.
Ali ibnu Abi Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
  1. Beliau mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan.
Tidak ada perkataan, perbuatan bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan merugikan orang lain adalah contoh yang lain.
  1. Beliau mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.
Ketika ada yang bertanya kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.
  1. Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Ketika datang wahyu untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Muhammad Saw baru berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah.
Ketika etnik Yahudi yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan : Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah dan Rasulnya. Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas Beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.
  1. Beliau memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya
Apabila ada orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad saw. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.
Ketika dia menyampaikan perintah Allah Swt kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar 2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya hanya di atas pelepah korma.
Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah ra. Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Muhammad Saw mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.
  1. Beliau lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi.
Para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Muhammad Saw menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan dunia dengan seluruh isinya ini. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran. “Seandainya kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.” Demikian Muhammad Saw berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Muhammad Saw dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Muhammad Saw mau menghentikan dakwahnya di kalangan mereka. Pemimpin yang abadi cara berpikir dan pengaruhnya akan terus berjalan sampai akhir zaman.
  1. B.     Kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab
Ketika para khalifah Rasyidin berkuasa sejak tahun 632 sampai 661 M  semua warganya yang  terdiri dari berbagai etnis dan agamanya diperlakukan sederajat sesuai dengan apa yang sudah diatur kitab suci, al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Dalam keberagaman tersebut, mereka tetap saling menghargai dan menghormati satu dengan lainnya seperti sudah disepakati bersama dalam Piagam Madinah. Semua ini tidak terlepas dari peran seorang pemimpin yang cerdas dan bijaksana, termasuk Kalifah Umar bin Kattab.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abdul  Hakam dari Abu Shaleh al Ghifari, katanya “Pernah Amru bin Ash menulis surat kepada Umar bin Khattab yang berada dipusat pemerintahan  daulah islamiyah di Medinah yang isinya: “Telah kami bangunkan sebuah rumah tersendiri disekitar masjid  Al Jami’ di Mesir”. Maka Khalifah Umar bin Khattab segera membalas surat Gubernur Mesir ,Amru bin Ash tersebut dengan suaratnya: “Aku adalah seorang lelaki dari Hijaz, mana mungkin aku harus   memilih rumah di Mesir, karena itu hendaknya engkau jadikan rumah tersebut sebagai pasar  umum bagi umat secara keseluruhan”.
Dalam sejarah disebutkan bahwa, meskipun Umar bin Khattab sebagai  kepala negara yang wilayahnya sudah meliputi seluruh Semenanjung Arabia, Mesir, Iraq, Suriah dan sebagainya, namun Umar bin Khattab hidupnya sangat sederhana . Bahkan sebagai kepala negara, beliau hanya tinggal di Mesjid Nabawi bukan di istana, karena para khalifah Rasyidin tersebut tidak memiliki istana  sebagaimana dicontohkan oleh pendahulunya, Nabi Muhammad SAW.  Walaupun demikian, Umar bin Khattab  setiap mengangkat para pejabatnya ke berbagai daerah senantiasa dipantau dengan amat ketat. Sedangkan beliau sendiri sebagai khalifah seringkali melakukan inspeksi mendadak secara rahasia ke berbagai daerah kekuasaannya, untuk mengamati berbagai karakteristik para  pejabat sebagai bawahannya. Sebagai khalifah Rasyidin yang sudah merupakan suatu tradisi bahwa  mereka selalu menerima  gaji kemudian  mengembalikannya  ke baital mal. hal itupun selalu dilakukan oleh Umar bin Khatab.
Dalam konteks membersihkan jajaran birokrasinya  dari berbagai kejahatan terutama korupsi, khalifah Umar bin khatab secara  rahasia  dan  menyamar untuk mengintip kehidupan para gubernur dan pejabat lainnya. Dalam  sejarah pernah diceriterakan oleh Ibnul Mubaraq dan Ibnu Rahaweh  dan Musaddad  dari Itaab  bin Rifaa’, bahwa  “Ketika Umar  Ibnu Khattab mendengar berita bahwa Gubernur Kufah (Iraq), Sa’ad bin Waqash membangun sebuah istana yang berpintu tebal  dan Sa’ad pun sebelumnya pernah berkata;”Pintu ini akan memutuskan orang orang yang membutuhkan sesuatu”.Umar bin Khattab segera mengutus Muhammad bin Maslamah dan ia berpesan kepada Muhammad bin  Maslamah :”Pergilah ketempat Sa’ad  dan bakarlah pintu rumahnya”.Dan setibanya dikota Kuffah,maka segera Muhammad bin Maslamah membakar pintu rumah Gubernur Kuffah tersebut.Ketika Sa’ad bin Waqash mengetahui pintu rumah mewahnya dibakar,ia segera menghadap utusan Umar bin Khattab,Muhammad bin Maslamah.Lalu Sa’ad bin Waqash minta pertanggung jawabannya kepada Muhamad bin Maslamah,yang dijawab oleh utusan Umar bin khattab itu bahwa :”Sesungguhnya Umar Bin Khattab telah mendengar ucapanmu yang mengatakan :Bahwa sekarang telah terputus orang yang akan membutuhkan sesuatu ,namun Sa’ad bersumpah bahwa tidak pernah mengucapkan kata kata seperti itu.Kemudian Muhammad bin Maslamah berkata kepada Sa’ad bin Waqash bahwa:”Kami telah laksanakan apa  yang telah diperintahkan oleh Amirul Mukminin.Kemudian Sa’ad bin Waqash datang dengan membawa bekal untuk diberikan kepada Muhammad bin Maslamah ,tetapi hadiah tersebut ditolaknya  dan segera kembali ke Madinah.Dan ketika khalifah Umar bin Khattab melihat datangnya Muhammad bin Maslamah secepat itu maka Umar berkata:”Sesungguhnya  jika kami tidak berprasangka baik kepadamu tentunya kami tidak percaya bahwa kamu  melaksanakan tugas yang  aku berikan,alangkah cepat perjalananmu “.Muhammad bin Maslamah menjawab:”Apa yang kamu tugaskan kepadaku telah aku jalankan dan ia minta ma’af serta bersumpah degan nama Allah,bahwa ia tidak pernah mengucapkan ucapan seperti itu”.Kata Umar”Apakah dia menitipkan sesuatu padamu ?”.Jawab Muhammad bin   Maslamah: “Aku tidak ingin menerima titipan sesuatu daripadanya,sebab aku lihat walaupun negeri Iraq tanahnya  subur akan tetapi aku lihat penduduknya banyak yang mati karena  kelaparan ,sebab itu aku takut  jika ia menitipkan sesuatu untukmu sedangkan kamu yang mengenyam nikmatnya dan aku yang menanggung semua resikonya ,bukankah telah engkau dengar Rasulullah SAW bersabda:”Tidak boleh seorang mukminin kenyang sedang tetangganya kelaparan”.
Dalam  serangkaian   inspeksi rahasia dan mendadak lainnya ke negeri Syam(kini  Suriah) disebutkan  bahwa:Abu Darda minta izin kepada Umar bin Khattab untuk pergi ke Suriah,kata Umar:”Aku tidak akan  mengizinkan engkau kecuali jika engkau mau menjadi staff pemerintahanku disana”.Abu Darda menjawab:”Aku tidak mau menjadi staff pemerintahanmu disana”.Jawab Umar:”Kalau begitu aku tidak akan mengizinkan kamu pergi kesana”.Kemudian Abu Darda berkata:”Izinkan aku kesana untuk aku ajarkan kepada manusia  Sunnah Nabi mereka ,dan aku akan shalat bersama mereka”.Mendengar kata Abu Darda seperti itu,maka segera Khalifah Umar bin Khattab memberi  izin kepadanya.Dan Umar bin Khattab pergi juga ke Suriah menyusul Abu Darda ,dan ia tidak segera memasuki negeri tersebut.Baru menjelang magrib Umar secara rahasia memasuki negeri Syam(Suriah)bersama seorang pelayannya,Yarfa  yang secara bergiliran menunggang unta .Kadangkala Umar bin khttab yang menuntun unta,dan pelayannya yang menunggangi unta,serta begitulah  sebaliknya  secaa bergiliran diatur oleh beliau sendiri sebagai Amirul Mukminin.
Umar bin Khattab berkata kepada pelayannya,Yarfa ,mari kita pergi  kekediaman Yazid bin Abu Sofyan,lihatlah disana pasti kamu dapatkan sekelompok  orang yang bergadang dimalam hari dengan penerangan lampu dan   berbaring diatas hamparan kain sutra dari harta fa’i kaum muslimin,maka berikan salam kepadanya dan kalau ia  telah jawab salammu maka mintalah izin untuk masuk,tentu ia tidak akan memberi izin masuk sebelum   mereka menanyaimu:”Siapakah kamu ?”.Maka kami segera menuju rumah Yazid Bin  Abi  Sofyan dan Umar  bin Khattab berkata “Assalamualaikum”.Setelah  dijawab maka Umar bertanya:”Bolehkah aku masuk?”.Tanya Yazid “Siapakah engkau ?”Kata Yarfa :”Ini adalah orang yang akan menyusahkan kamu,ia adalah Amirul Mukminin”.Ketika pintu dibuka,maka apa yangdikatakan oleh Umar ternyata menjadi kenyataan,kemudian Umar segera menuju Yazid  dan memukulnya dengan cemeti dan ia segera mengumpulkan harta yang dirumah Yazid ditengah rumah,lalu ia berkata kepada orang orang yang berada dirumah Yazid:”Jangan kalian keluar dari tempat ini sebelum aku datang kepada kalian”.KemudianUmar bersama pelayannya,Yarfa segera  meninggalkan  kediaman Yazid   dan kemudian bergegas  menuju kediaman Amru bin Ash .Kata Umar:”Lihatlah di rumah Amru bin Ash ,pasti kamu dapatkan banyak orang bergadang malam ditempat itu”.Jika telah dijawab salammu ,maka ia tidak akan mempersilakan kamu masuk kerumahnya  sebelum ia mengetahui siapakah  kamu?”.Setelah ditanya siapakah kamu yang mengetuk pintu ,Yarfa berkata:”Yang mengetuk pintu adalah Amirul Mukminin ,dan ketika pintu dibuka  apa yang dikatakan Umar sebelumnya memang benar.Kemudian Umar segera mencambuk Amru dengan cemeti ,serta segera mengumpulkan harta benda yang ada dirumah amru bin Ash,lalu diletakkannya ditengah  rumah.Kemudian Umar berkata kepada orang orang yang ada dirumah Amru:”Jangan ada yang keluar dari tempat ini,kecuali sampai aku datang kembali kepada kalian”.Selanjutnya Umar mengajak Yarfa segera meninggalkan rumah Amru dan segera menuju rumah berkutnya,yakni rumah Abu Musa al Asy’ary,dan ketika  ia melihat  dirumah itu serupa dengan apa yang  dilihat dirumah Amru dan Yazid  sebelumnya,maka Umar bin khattab berkata:”Mengapa kamu lakukan sebagaimana mereka lakukan ?”Abu Musa menjawab:” Aku lakukan seperti apa yang dilakukan oleh kawan kawanku ,dikarena mereka katakan:”Tidak pantas bagi kami kecuali apa   yang telah kami  lakukan ,seperti apa yang kamu lihat”.Maka Umar segera mengumpulkan harta  harta dirumah   Abu Musa  al Asy’ary  dan meletakkannya ditengah rumah,lalu Umar berkata kepada semua orang yang ada di tempat itu:”Jangan ada yang keluar ,sampai aku kembali ketempat kalian.Kemudian bergegas keluar bersama Yarfa pergi menuju rumah  yang lain.Umar berkata :”Yarfa ,mari kita pergi kerumah saudaraku ,disana kamu pasti tidak melihat orang orang yang bergadang ditempat itu,dan tidak kamu dapatkan rumahnya berlampu,serta tidak pula ia menutup pintunya,pasti kamu dapatkan ia berbaring ditikar yang lusuh  dan melindungi dia dari dingin malam.Dan jika kamu minta izin,ia akan segera mengizinkan kamu masuk sebelum mennanya lebih dulu siapa yang datang kerumahnya.Ketika kami datang dan minta izin masuk,ia segera mempersilakan masuk.Dan Khalifah Umar bin Khattab segera mendorong pintu ,ternyata pintu memang tidak terkunci ,dan ketika masuk kami dapatkan rumah tersebut gelap gulita tanpa lampu penerangan.Dan tidak ada seorangpun yang bergadang dirumah itu,dan ketika Umar memeriksa rumah  tersebut ia dapatkan hanya sebuah tikar yang lusuh  dan bantal  yang rapuh ,sedangkan pakaianyang dipakaipun amat compang camping.Kata Abu Darda:”Siapa yang datang kemari ?”Jawab Umar:”Aku adalah Amirul Mukminin .Kata Abu Darda :”Sungguh lebih setahun kami nanti natikan  kedatanganmu “.Kata Umar:”Bukankah sudah aku cukupi  segala kebutuhnmu ?”Jawab Abu Darda:”Benar,kamu telah mencukupi aku  dengan baik,tapi tidakkah kamu pernah dengar Rasulullah SAW bersabda”:Tanya Umar  bin  Khattab :”Bagaimana bunyi sabda Nabi SAW itu ?.Abu Darda menjawab:”Rasulullah SAW telah bersabda:   “Hendaknya hidup seseorang dari kamu ini hanyalah sekedar untuk perbekalan dalam perjalanan saja,tidak bermewah mewah”.Kata Umar binKhattab:”Ya,memang aku telah mendengarnya “.Kemudian keduanya saling menagis sampai tiba waktu pagi.
Demikian sedikit gambaran tentang sosok sosok agung  yang  pernah dimiliki umat manusia ,dimana mereka meskipun sebagai negara yang hidup dengan sangat sederhana sebagaimana ditunjukkan oleh Abu Darda dan Khalifah Umar bin Khattab sendiri.Dalam menegaggakkan hukum beliau sangat tegas,meskipun kepada dirinya sendiri,keluarganya,serupa halnya dengan diberlakukannya kepada warga lainnya secara adil juga.Oleh sebab itu  dalam  birokrasi  seperti itu akan tercipta suatu  pemerintahan yang bersih,karena memang pemimpinnya bersih dalam berbagai aspek sosial kehidupannya.Dan untuk mengetahui berbagai perilaku pejabatnya,Umar bin Khatab senantiasa  melakukan  inspeksi rahasia dan mendadak yang tidak diberitahukan sebelumnya kepada  siapapun,   sehingga inspeksinya benar benar mendadak.Sekarang jikapun ada inspeksi mendadak yang dilakukan oleh pemerintah,pasti sangat mudah diketahui oleh orang lain karena inspektornya  tidak menyamar secara rahasia bahkan selalu diberikan lebih dahulu sebelum inspeksi dialakukan.Karenanya inspeksi tersebut tidak ada gunanya sama sekali,karena mudah dilacak oleh anak anak sekalipun apalagi oleh Gajus dan kroni kroninya ?.

Definisi Manajemen Dakwah

  1. Pengertian Manajemen Dakwah
Jika aktivitas dakwah dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen, maka “citra profesional” dalam dakwah akan terwujud dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian dakwah tidak hanya dipakai dalam objek ubudiah saja, akan tetapi diinterpresikan dalam beberapa profesi. Inilah yang dijadikan inti dari pengaturan secara manajerial organisasi dakwah. Aktivitas dakwah dikatakan berjalan secara efektif apabila apa yang menjadi tujuannya benar-benar tercapai, dan dalam pencapaiannya membutuhkan pengorbanan-pengorbanan yang wajar.
Jika dilihat dari segi bahasa pengertian Manajemen Dakwah memiliki dua pengertian. Pertama pengertian Manajemen dan kedua pengertian Dakwah.
Pertama pengertian manajemen, secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa inggris, management, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan dan pengelolaan. Artinya manajemen adalah sebagai suatu proses yang diterapkan oeh individu atau kelompok dalam upaya-upaya koordinasi dalam mencapai suatu tujuan.
Dalam bahasa Arab istilah manajemen diartikan sebagai an-nizam atau at-tanzim, yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala sesuatu dan penempatan segala sesuatu pada tempatnya.1
Pengertian tersebut dalam sekala aktivitas juga dapat diartikan sebagai aktivitas menertibkan, mengatur dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang, sehingga ia mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala sesuatu yang ada di sekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta menjadikan hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya.
Sedangkan secara terminologi terdapat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah :
The process of planing, organizing,leading,and controling the work of organization members and of using all availeabel organizational resources to reach stated organizatonal goals”.2
[Sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota orgaisasi serta penggunaan seluruh sumber-sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah di tetapkan]
Pengertian manajemen menurut para ahli:
  1. Menurut James A.F. Stoner: Manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta penggunaan sumua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.
  2. Dr. Buchari Zainun: “Manajemen adalah penggunaan efektif daripada sumber-sumber tenaga manusia serta bahan-bahan material lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan itu.”
  3. Prof. Oey Liang Lee: “Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan mengontrolan dari human and natural resources.”3
  4. Menurut James A.F. Stoner: Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan.

Pengertian yang kedua yaitu pengertian dakwah, secara etimologis, dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da'a, yad'u' da'wan, du'a,4 yang diartikan sebagai upaya mengajak, menyeru, memanggil, seruan, permohonan, dan permintaan. Istilah ini sering diberi arti yang sama dengan istilah tabligh, amr ma'ruf nahyi munkar, mau'idzah hasanah, tabsyir, indzhar, washiyah, tarbiyah, ta'lim, dan khatbah.
Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan makna dakwah islam yaitu sebagai kegiatan mengajak, mendorong dan memotivasi orang lain berdasarkan bashirah untuk meniti jalan Allah dan Istiqomah dijaln-Nya serta berjuang bersama meninggikan agama Allah.
Dari definisi manajemen dan dakwah tersebut dapat disimpulkan bahwa Pengertian Manajemen dakwah yaitu sebagai pproses perencanaan tugas, mengelompokan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian menggerakan ke arah tujuan dakwah.5[A.Rosyad Shaleh]
Inilah yangmerupakan inti dari manajemen dakwah, yaitu sebuah pengaturan secara sistematik dan koordinatif dalam kegiatan atau aktifitas dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah.

2. Tujuan Manajemen Dakwah
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai dan merupakan sebuah pedoman badi manajemen puncak organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang dilakukan dalam dimensi waktu tertentu. Tujuan diasumsikan berbeda dengan sasaran. Dalam tujuan memiliki target-terget tertentu untuk dicapai dalam waktu tertentu. Sedangkan sasaran adalah yang telah ditetapkan oleh manajmen puncak untuk menentukan arah organisasi dalam jangka panjang.
Menurut Asmuni Syukir dalam bukunya mengemukakan tujuan dakwah bahwa pada khususnya tujuan dakwah itu ialah:
  1. Mengajak umat manusia yang sudah memeluk islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
  2. Membina mental agama islam bagi kaum yang masih mualaf.
  3. Mengajak umat manusia yang belum beriman agar beriman kepada Allah (memeluk agama islam).
  4. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fithrahnya.6

Sementara itu M. Natsir, dalam serial dakwah Media Dakwah mengemukakan, bahwa tujuan dari dakwah itu adalah:
  1. Memanggil kita pada syarita, untuk memecahkan persoalan hidup, baik persoalan hidup perseorangan atau persolanan rumah tangga, berjamaah masyarakat, berbangsa-bersuku bangsa, bernegara dan berantar-nergara.
  2. Memanggil kita pada fungsi hidup sebagai hamba Allah di atas dunia yang terbentang luas yang berisikan manusia secara heterogen, bermacam karakter, pendirian dan kepercayaan, yakni fungsi sebagai syuhada’ala an-naas, menjadi pelopor dan pengawas manusia.
  3. Memanggil kita kepada tujuan hidup yang hakiki, yakni menyembah Allah.

Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga maupun sosial kemasyarakatnya, agar mendapatkan keberkahan dari Allah Swt. Sedangkan tujuan dakwah secara khusus dakwah merupakan perumusan tujuan umum sebagai perincian daripada tujuan dakwah.7

  1. Fungsi-fungsi Manajemen
Manajemen oleh para penulis dinagi atas beberapa fungsi. Pembagian fungsi-fungsi manajemen ini tujaunya adalah :8
a. supaya sistematika urutan pembahasannya lebih teratur;
b. agar analisis pembahasannya lebih mudah dan lebih mendalam;
c. untuk menjadi pedoman pelaksanaan proses manajemen dari manajer.
Fungsi-fungsi manajemen yang dikemukakan para ahli tidak sama. Hal ini disebabkan latar belakang penulis, jadi pendekatan yang dilakukan tiadak sama. Adapun Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan. Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian (organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling). Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf). Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang maksimal.
adapun fungsi-fungsi manajemen adalah;
  1. Planning
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.
  1. Organizing
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
  1. Directing
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
  1. Controling
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.

  1. Fungsi-fungsi Manajemen Dakwah
Dalam kaitan ini Fungsi manajemen dakwah berlangsung pada tataran dakwah itu sendiri. Dimana setiap aktivitas dakwah khususnya dalam skala organisasi atau lembaga untuk mencapai suatu tujuan dibutuhkan sebuah pengaturan atau manajemerial yang baik, ruang lingkup kegiatan dakwah merupakan sarana atau alat pembantu pada aktivitas dakwah itu sendiri.
Adapun unsur-unsur manajerial atau 'amaliyyah al'idariyyah tersebut merupakan sebuah kesatuan yang utuh yang terdiri dari :9
  1. Takhthith (Perencanaan Dakwah)
secara alami merupakan bagian dari sunatullah, yaitu dengan melihat bagaimana Allah SWT. menciptakan alam semesta dengan hak dan perencanaan yang matang serta disertai tujuan dakwah
Dalam aktivitas dakwah, perencanaan dakwah bertugas menentukan langkah dan program dalam menentukan setiap sasaran, menentukan sarana-prasarana atau media dakwah, serta personel da'i yang akan diterjunkan. Menentukan materi yang cocok untuk sempurnanya pelaksanaan, membuat asumsi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi yang kadang-kadang dapat memengaruhi cara pelaksanaan program dan cara menghadapinya serta menentukan alternatif-alternatif, yang semua itu merupakan tgas utama dari sebuah perencanaan.10


  1. Tanzhim (Pengorganisasian Dakwah)
Menjelaskan bagaimana pengelolaan rencana itu, yakni dilakukannya pembagian aplikatif dakwah dengan lebih terperinciPengorganisasian adalah seluruh proses pengelompokkan orang-ornag, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

Sementara itu, Rosyid Saleh mengemukakan bahwa rumusan pengorganisasian dakwah itu adalah “rangkaian aktivita menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi setiap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan kerja diantara satuan-satuan organisasi atau petugasnya.

  1. Tawjih (Penggerakan Dakwah)
Merupakan inti dari dakwah itu sendiri yaitu seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis.
Motivasi diartikan sebagai kemampuan seorang manajer atau pemimpin dakwah dalam memberikan sebuah kegairahan, kegiatan dan pengertian, sehingga para anggotanya mampu untuk mendukung dan bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan organisasi sesuai tugas yang dibebankan kepadanya.

  1. Riqaabah (Pengendalian Dakwah)
Evaluasi dakwah dirancang untuk diberikan kepada orang yang dinilai dan orang yang menilai informasi mengenai hasil karya. Pengendalian manajemen dakwah dapat dikatakan sebagai sebuah pengetahuan teoritis praktis. Karena itu, para da;i akan lebih cepat untuk mencernanya jika dikaitkan dengan prilaku dari da'i itu sendiri sesuai dengan organisasi. Dengan demikian, pengendalian manajemen dakwah dapat dikategorikan sebagai bagian dari prilaku terapan, yang berorientasi kepada sebuah tuntutan bagi para da'i tentang cara menjalankan dan mengendalikan organisasi dakwah yang dianggap baik. Tetapi yang paling utama adalah komitmen manajemen dengan satu tim dalam menjalankan sebuah organisasi dakwah secara efisien dan efektif, sehingga dapat menghayati penerapan sebuah pengendalian.
Tujuan diberlakukannya evaluasi ini yaitu agar mencapi konklusi dakwah yang evaluatif dan memberi pertimbangan mengenai hasil karya serta mengembangkan karya dalam sebuah program. Sedangkan evaluasi dakwah dinilai penting karena dapat menjamin keselamatan pelaksanaan dan perjalanan dakwah, mengetahu berbagau persoalan dan problematika yang dihadapi serta cara antisifasi dan penuntasan seketika sehingga akan melahirkan kemantafan bagi para aktifis dakwah.

  1. Ruang Lingkup Manajemen Dakwah
Ruang lingkup kegiatan dakwah dalam tataran manajemen merupakan sarana atau alat pembantu pada aktivitas dakwah itu sendiri. Karena dalam sebuah aktivitas dakwah itu akan timbul masalah atau problem yang sangat kompleks, yang dalam menangani serta mengantisipasinya diperlukan sebuah strategi yang sistematis. Dalam konteks ini, maka ilmu manajemen sangat berpengaruh dalam pengelolaan sebuah lembaga atau organisasi dakwah sampai pada tujuan yang diinginkan.
Sedangkan ruang lingkup dakwah akan berputar pada kegiatan dakwah, di mana dalam aktivitas tersebut diperlukan seperangkat pendukung dalam mencapai kesuksesan. Adapun hal-hal yang mempengaruhi aktivitas dakwah antara lain meliputi:
  • Keberadaan seorang da’I, baik yang terjun secara langsung maupun tidak langsung, dalam pengertian eksistensi da’I yang bergerak di bidang dakwah itu sendiri.
  • Materi merupakan isi yang akan disampaikan kepada mad’u, pada tataran ini materi harus bisa memenuhi atau yang dibutuhkan oleh mad’u, sehingga akan mancapai sasaran dakwah itu sendiri, dan
  • Mad’u kegiatan dakwah harus jelas sasarannya, dalam artian ada objek yang akan didakwahi.11








Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, 2009, Manajemen Dasar Pengertian dan Masalah, Bumi Aksara, Bandung.
Drs. RB. Khatib Pahlawan kayo, 2007, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah professional, Amzah, Jakarta.
Dr. H.M. Anton Athoillah, M.M., 2010, Dasar-dasar Manajemen, CV Pustaka Setia, Bandung.
Drs. Enjang AS, M.Ag., M.Si. dan Aliyudin, S.Ag., M.Ag., 2009, Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Widya Padjadjaran, Bandung.
Drs. ABD. Rosyad Shaleh, 1977, Manajemen Dakwah Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag., 2009, Ilmu Dakwah, Kencana, Bandung
Munir, S.Ag, M.A. dan Wahyu Illaihi, S.Ag, M.A., 2009, Manajemen Dakwah, Kencana, Jakarta.
Dr. H. Endin Nasrudin, M.Si., 2010, Psikologi Manajemen, CV Pustaka Setia, Bandung.
Habib, Syafaat, 1982, Buku Pedoman Dakwah, Penerbit Widjaya, Jakarta.
Mubarok Achmad, DR. MA., 1999, Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta.
Munzier Suparta dan Harjani, 2003, Metode Dakwah, Rahmat Semesta, Jakarta.
Ali Azis, Moh, 2004, Ilmu Dakwah, Timur Kencana, Jakarta.
Fauzi, Nurullah, 1999, Dakwah-dakwah yang paling mudah, Putra pelajar, Jawa Timur.
Jahja Omar, Toha, 1992, Ilmu Dakwah, Widjaya, Jakarta.


1Al-Mu'ajm al-Wajiiz, Majma'ul-Lughoh al-Arrabiyyah, huruf Nuun.
2James A.F. Stoner,R.Edward Freeman, Daniel R Gillbert,JR,Managemen Sixt Edition,[New Jersey:Prentice Hall,1995],hlm 7.
3Drs. RB. Khatib Pahlawan kayo, Manajemen Dakwah dari Dakwah Konvensional menuju Dakwah professional, [Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2007], hlm. 17

4Majma' al-Lughah al-Arabiyah, 1972:286.
5Zaini Muhtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, [Yogyakarta: PT al-Amin Press, 1996],hlm.37
6
Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, [Surabaya: Al-Ikhlas, 1983], hlm. 49




7M. Munir, S. Ag, M.A., Manajemen Dakwah, [Jakarta: Rahmat Semesta, 2009],hlm. 87-90

8Drs.H.Malayu S.P.Hasibuan., Manajemen, Dasar,Pengertian, dan Masalah,[Jakarta:Bumi Aksara,2007.]hlm.37
9Wahyu Ilalahi,S.Ag,Ma,. Manajemen Dakwah[Jakarta:Kencana,Rahmat Semesta]. Hlm xiv, dalam sebuah pengantar.
Ishak Asep, Hendri Tanjung, Manajemen Sumber Daya Manusia, [Jakarta: Trisakti, 2002], hlm. 19



M. M. Munir, S. Ag, M.A., Manajemen Dakwah, [Jakarta: Rahmat Semesta, 2009],hlm.,79-80